Sebab, dan syarat
Syarat tayamum ada lima, yaitu:
- Ada uzur, baik karena safar atau sakit.
- Masuk waktu shalat.
- Karena tayamum adalah darurat dan tidak ada darurat sebelum masuk waktu shalat. Jika seseorang tayamum untuk shalat Shubuh sebelum waktu Shubuh masuk, maka tayamumnya harus diulangi setelah waktu Shubuh masuk.
- Telah berusaha mencari air, tetapi tidak memperolehnya.
- Ada air, tetapi ada uzur untuk menggunakannya dan membutuhkan air setelah mencarinya.
- Jika takut pada hewan buas, khawatir berpisah dari rombongan, takut pada perampok, maka tidak wajib mencari air.
- Jika memang membutuhkan air untuk minum, maka tidak wajib berwudhu dan cukup dengan tayamum.
- Tersedia tanah yang suci yang mengandung debu. Jika bercampur dengan kapur atau pasir, maka tidak cukup.
- Debu yang najis tidak sah untuk tayamum.
- Debu yang bercampur dengan pasir atau kapur juga tidak sah digunakan untuk tayamum.
- Debu yang sudah digunakan untuk tayamum, maka dianggap mustakmal, tidak bisa digunakan lagi untuk tayamum kedua kalinya.
Sunnah tayamum
Sunnah tayamum ada tiga, yaitu:
- Mengucapkan basmalah.
- Mendahulukan yang kanan dari yang kiri.
- Dilakukan secara beruntun tanpa berhenti.
Pembatal tayamum
- Semua perkara yang membatalkan wudhu.
- Melihat air diwaktu shalat.
- Murtad.
Tata cara tayamum
- Menetup telapak tangan ke sho’id (contoh: debu) sekali tepukan.
- Meniup kedua tangan tersebut.
- Mengusap wajah sekali.
- Mengusap punggung telapak tangan sekali.
Dalil pendukung dari tata cara di atas dapat dilihat dalam hadits ‘Ammar bin Yasir berikut ini.
Ada seseorang mendatangi ‘Umar bin Al Khottob, ia berkata, “Aku junub dan tidak bisa menggunakan air.” ‘Ammar bin Yasir lalu berkata pada ‘Umar bin Khottob mengenai kejadian ia dahulu, “Aku dahulu berada dalam safar. Aku dan engkau sama-sama tidak boleh shalat. Adapun aku kala itu mengguling-gulingkan badanku ke tanah, lalu aku shalat. Aku pun menyebutkan tindakanku tadi pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas beliau bersabda, “Cukup bagimu melakukan seperti ini.” Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan dengan menepuk kedua telapak tangannya ke tanah, lalu beliau tiup kedua telapak tersebut, kemudian beliau mengusap wajah dan kedua telapak tangannya. (HR. Bukhari no. 338 dan Muslim no. 368)
Dalam riwayat Muslim disebutkan,
“Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menepuk kedua telapak tangannya ke tanah dengan sekali tepukan, kemudian beliau usap tangan kiri atas tangan kanan, lalu beliau usap punggung kedua telapak tangannya, dan mengusap wajahnya.”
Namun dalam riwayat Muslim ini didahulukan mengusap punggung telapak tangan, lalu wajah. Ini menunjukkan bahwa urutan antara wajah dan kedua telapak tangan tidak dipersyaratkan mesti berurutan.